2021 in a Glimpse: The Acceptance and The Turning Point
When I first enter 2021, I thought it's gonna be a flat and unexcited year just like 2020. Ya semua karena pandemi masih ada, nggak ada kesempatan untuk travelling. Jadi aku berpikir bahwa hidupku akan monoton gitu-gitu aja hingga akhir tahun. Ternyata aku salah. Justru di tahun 2021 ini semesta seolah-olah membangunkanku dan ngasih aku jalan untuk jadi orang yang tumbuh ke arah lebih baik (?) lagi.
Kalau boleh direcap jadi satu paragraf, tahun 2021 ini merupakan tahun pengembangan diri. Aku lebih banyak terlibat di area knowledge development dan personal development. Salah satunya jadi sering diundang jadi pembicara. Mulai dari pembicara beasiswa sampe ke yang agak serius yaitu jadi pembicara Behavioural Finance. Dan di Advislab yang sudah memberikanku kesempatan untuk buka kelas di awal tahun 2021, justru jadi salah satu turning point. Dimana ternyata ada tokoh-tokoh influencer keuangan yang mulai tertarik dengan apa yang aku bicarakan. Salah satunya adalah orang QMPlus, lembaga konsultansi financial planning, yang akhirnya ngajak kolaborasi buat nulis artikel di website Advislab soal Personal Finance.
Dari Januari sampai bulan Maret, selain sibuk di pekerjaan yang lebih banyak ngurusin konsultan, aku lebih banyak diundang jadi pembicara tersebut. Apalagi aku juga sempat diundang untuk jadi pembicara di kampus QMUL yang menjadi gigs awalku buat ngomong full English. Sempet agak kecewa juga karena pertama kali bicara di depan publik tuh masih belepotan banget. Ya maklum public speakingku memang jelek hahaha
Selain pengembangan diri, yang berarti dalam kaleidoskop hidupku di tahun 2021 tak lain dan tak bukan adalah DAY6. Ya hidup Agista memang gak pernah jauh-jauh dari DAY6. Di tahun 2021, sebelum Sungjin memutuskan untuk wamil mereka rilis album berbentuk EP dulu di bulan April. Judulnya Negentropy. Nggak tahu ya ke depannya gimana, apalagi setelah Jae mengumumkan untuk hiatus hari ini apakah ada kesempatan DAY6 untuk rilis album OT5 lagi? Yang jelas Negentropy adalah EP DAY6 terakhir yang dirilis sebelum member DAY6 menjalankan masa hiatusnya hingga kurang lebih pada tahun 2023-an nanti. Album Negentropy ini merupakan salah satu album yang menjadi pilar bahwa DAY6 itu bisa juga keluar dari zona nyaman mereka. Title tracknya aja nggak terlalu DAY6 secara musikalitas. Tapi ya well, setelah didengerin berkali-kali karena aku freak, DAY6 memang bener-bener the band that sings to every moment.
Oh and I got hospitalised too in April. It was because of food poisoning. Kalau dulu aku pernah berpikir dirawat di rumah sakit itu enak, setelah kejadian ini aku berjanji pada diri sendiri untuk sebisa mungkin nggak dirawat di rumah sakit. Dirawat di rumah sakit itu super nggak enak dan nggak nyaman. Apalagi kalau pas COVID, nggak ada yang benar-benar nungguin aku. Aku di rumah sakit seminggu, sendirian. Nggak ada support system. Diinfus berhari-hari. Di situlah aku merasa aku bener-bener sendirian, bahkan keluargaku aja nggak peduli sama aku. Di situ juga aku jadi refleksi, mungkin aku akan menghabiskan akhir hayat dengan jadi "sendirian" seperti saat itu.
Bulan berikutnya juga aku masih berkubang di wilayah per-DAY6-an. Kali ini come back Even of Day, subunit DAY6 agak dikebut oleh Studio J. Nggak cuma itu, Studio J jadi lebih niat bikin konten. Konten Brian diperbanyak, begitupun Dowoon dan Wonpil yang mulai kemana-mana. Dowoon aktif di variety show, termasuk di acara masak-masakan bareng chef. Wonpil mulai merambah ke dunia akting. Di bulan Mei, Wonpil terlibat dalam satu proyek musikal Midnight Sun. Kebetulan di musikal ini nggak cuma Wonpil yang aku kejar tapi Youngjae juga. Jadi sekali dayung, dua pulau terlampaui. Mungkin pada akhirnya Studio J sadar kalau DAY6 itu menghasilkan uang ya? Jadi makanya Even of Day di-push banget. Tapi ya gitu, mereka tetep meninggalkan Jae di gudang bawah tanah sampai anaknya males dan milih untuk hiatus aja (atau bahkan gak lanjut kontrak tahun ini).
Selain kehidupan per-fan girl-an yang selalu sukses jadi distraksi dan menjaga aku tetap waras, aku juga mulai konseling. Tak lain dan tak bukan karena aku masih merasa sangat gak fit in dengan tempat kerjaku sebelumnya. Masih di tahapan mengeluhkan jam kerja yang nggak ngotak dan juga ekspektasi yang jauh dari yang aku bisa berikan. Di saat-saat itu, hidupku belum gelap-gelap banget. Karena aku yakin aku tuh masih punya banyak distraksi. Walaupun harus aku akui, distraksi itu nggak membereskan masalah. Di saat itu, aku bekerja sudah auto pilot. Merasa sangat tidak dihargai dan akhirnya cuma pasrah aja. Hidup segan mati tak mau. Bahkan untuk merasa bahagia aja susah karena terlalu banyak energi negatif yang kuserap. Living constantly in fear and unsatisfaction leads to unhealthy well-being.
Di satu sisi aku bersyukur akhirnya perusahaan membuka peluang buat karyawannya untuk menyalurkan perasaan-perasaan gak enak ini. Tapi di saat itu aku juga merasa stuck aja. Karena psikolog tahu akar masalahnya apa, aku tahu akar masalahnya apa. Cuma nggak ada kesempatan buat nge-cut atau menyelesaikan masalahnya: pindah tempat kerja. Saking capek dan nekadnya, aku sudah berkeinginan untuk resign di bulan November 2021. It was a living hell. But I'm glad that I gradually passed it.
Untuk coping dengan ketidaknyamanan dalam pekerjaan itulah aku mulai melakukan hal-hal lain. Selain tetap belajar drum dan gitar, men-jurnal, dan menggambar, aku juga mulai membiasakan diri untuk olahraga lagi. Harapannya adalah agar aku bisa tidur lebih nyenyak, nggak kebangun malem-malem. Hidup lebih sehat. Agar nggak terlalu stress dengan pekerjaan asli aku juga lebih banyak engage di Advislab dan ikut hal ini itu. Agar aku merasa bahwa aku tuh masih di jalan yang benar, pursuing my purpose. Apalagi waktu itu PSBB sudah mulai longgar, jadi aku sudah berani marathon film juga di bioskop.
Meskipun pekerjaan nggak kunjung bikin aku ikhlas ngerjainnya dan gak bahagia, aku sempat terdistraksi oleh rilisnya album solo D.O di bulan Juli. Kayak walaupun kesempatanku untuk pindah masih nihil waktu itu, yang penting D.O akhirnya debut solo! Debut solo D.O ini sudah aku nanti-nanti banget. Dulunya aku tuh pengen dengerin suara Kyungsoo doang se-album dan SM akhirnya mengabulkan keinginanku dengan membiarkan D.O merilis album Empathy. Sayang banget gak sih sama D.O? Apalagi salah satu lagu di albumnya itu ditulis oleh Jae. Kayak hidupku memang berkelindan dan semesta merestuinya. Alah, padahal ya emang mereka sama-sama artis Korea aja si. Di bulan Juli ini juga, seperti yang aku ceritakan tadi, untuk coping dengan ketidaknyamanan pekerjaan dan ingin melanjutkan purpose aku bergabung ke kegiatan MentorKU.
Kegiatan MentorKU ini merupakan kegiatan perusahaan untuk memfasilitasi mentoring antara aspiring mahasiswa dengan pegawai muda Telkom. Aku menjadi mentor beasiswa, sesuai dengan apa yang sudah sering kulakukan. Harapannya adalah untuk menanamkan semangat bahwa nggak harus jadi orang super pintar atau super berprestasi untuk dapat beasiswa. Yang penting adalah purpose. Karena manusia itu hidup pasti punya tujuan ke sesama kan? Aku ingin menyuntikkan semangat buat adik-adik yang lebih muda untuk berjuang. Mimpi besar itu sangat mungkin terjadi kalau kita mau berusaha mengejarnya. Nggak cuma aku yang kasih mereka knowledge, aku juga dapat knowledge dari adik-adik mentoring. Ketika melihat mereka yang pas kuliah super semangat gitu, aku jadi malu sendiri. Kenapa dulu waktu kuliah aku nggak visioner dan nggak melihat dunia lebih luas seperti mereka?
Sampai pertengahan tahun 2021, hidupku masih cenderung biasa-biasa aja. Dalam artian nggak ada satu titik yang bikin aku super depressed dan stress. Meskipun harus aku akui, pekerjaan nggak jadi lebih baik. Tapi apa yang bisa kulakukan selain cuma pasrah dan mendorong energiku ke hal-hal yang lebih positif kan?
Nah, di bulan Agustus ini ada satu hal yang cukup besar terjadi padaku seperti bom waktu. Memang aku masih sibuk jadi pembicara, intinya aku cuma mau fokus ke channeling positive energy into a good use. Iya, di bulan Agustus aku gantiin Kak Alanda untuk ngisi jadi pembicara bootcamp Behavioural Science di Think Policy. Satu hal yang aku sukai ketika jadi pembicara adalah, ada pertanyaan-pertanyaan tidak terduga yang dieksplor oleh peserta. Jadi di situ aku juga belajar dan membaca lagi mengenai hal yang aku nggak tahu. And I really love an encouraging discussion about knowledge.
Well, anyway. Di bulan Agustus ini secara nggak sengaja tulisanku soal Work From Home jadi viral. Aku menulis tulisan tersebut di Medium (saat ini sudah aku hapus). Intinya aku mengkritisi jam kerja yang nggak ngotak di perusahaan tempatku bekerja. Dan tanpa aku ketahui, banyak banget orang yang mengamini apa yang aku tulis. Di satu sisi aku senang ternyata aku tuh nggak sendirian menghadapi burn out dan jam kerja yang nggak ngotak. Tapi di sisi lain, aku gak suka karena ada pihak-pihak yang salah paham dengan apa yang kutulis. Padahal aku sama sekali never mean to brought harm intention at all pas nulis tulisan itu di bulan Maret 2021.
Ketika tulisan itu nggak sengaja viral, di situ aku merasa mengalami banyak penolakan. Banyak yang bilang caraku nulis itu nggak wise-lah, banyak yang nuduh aku orang manja-lah. Ada yang nggak suka dengan caraku katanya aku meludah di tempat aku cari makan lah. Padahal maksudku tuh sederhana aja, beresin aja praktik yang gak bener di perusahaan. Karena aku udah mencoba ngomong ke yang bersangkutan, nggak diwaro. Berusaha ngomong lewat konseling juga nggak menyelesaikan masalah. Dan waktu aku nulis aku sama sekali nggak berharap tulisan itu jadi ke-blow up. Berkaca dari histori tulisanku, nggak pernah ada yang jadi viral seperti tulisan itu. Karena aku tuh siapa? Bukan anak pejabat, bukan orang penting, sama sekali gak signifikan eksistensinya di dunia ini.
Dari bulan Agustus sampai September, aku tuh merasa benar-benar living in hell. Ditabrak sana-sini, dikepoin sana-sini, tapi nggak banyak yang bener-bener membantu. Nggak ada juga orang yang bisa kujadikan sandaran. Apalagi pas itu aku udah nggak ngomong sama Jonathan Jae. Jujur aku tuh cuma bisa menguatkan diri sendiri, nangis-nangis sendiri. Cuma bisa curhat sama Embun dan Mbak Mia. Akhirnya September aku memutuskan pulang karena aku udah merasa sangat capek. Mungkin dengan ketemu keluarga dan adekku, aku jadi agak baikan. Dan benar, hiburanku memang cuma adekku Rere.
Beruntungnya, semua masalah pasti akan berlalu. Nggak peduli seberat apapun itu. Aku udah siapin back up plan dengan cara ngelamar pekerjaan di Bank Indonesia, syukur-syukur aku beneran resign dari tempat ini kan? Dan aku udah nyiapin cukup duit untuk worst case kalau aku nggak dapet kerja di Bank Indonesia. Tapi ternyata semesta berpihak padaku. Justru karena tulisan itu, aku jadi pindah. At some point tulisan itu kayak jadi katalis mengenai persoalanku yang udah eneg banget kerja di tempat sebelumnya. Dan yang bikin aku agak senang juga, tulisan itu seolah-olah bikin aku jadi Mockingjay yang memicu orang-orang untuk lebih berani speak up kalau ada tindakan aneh yang dilakukan atasan mereka. Aku nggak tahu apakah orang-orang ini akan memandangku sebagai orang yang manja dan malas bekerja? Atau justru melihatku sebagai orang yang potensinya disia-siakan. Itu terserah mereka. Yang jelas, aku berusaha untuk ngasih yang terbaik selama aku bisa.
In my principals, it is me who determine the expectation and standard. I don't follow anyone's.
Kalau minjem istilah Kokoh Pije, katanya aku berada di fase awakening atau Darkness of The Soul. Dari satu dan sekian banyak masalah yang terjadi di hidupku memang aku nggak pernah sih merasa paling gelap sampe berpikir untuk bunuh diri aja seperti tahun 2021 kemaren. Di tahun itu aku juga merasa lost purpose, nggak tahu masa depan seperti apa atau mau gimana. Lebih banyak berkubang di pikiran-pikiran negatifku sendiri. And once again, I'm glad I passed that through. Setelah kejadian nggak mengenakkan itu, aku bersyukur diberikan kesempatan untuk meninggalkan yang buruk-buruk dan memulai dengan yang positif-positif.
Di tempat baru aku, aku bertemu dengan atasan-atasan yang sangat suportif. Budaya yang sehat, secara harfiah karena orang-orangnya suka olahraga. Walaupun sebenarnya ada beberapa hal yang bikin aku nggak terlalu suka, terutama di manajemen dokumen dan waktu serta etos kerja peer. Tapi hal-hal tersebut masih bisa aku toleransi. Selama aku nggak menurunkan standarku sendiri dari etos kerja di tempat sebelumnya. Dan memang setelah ada kesulitan selalu ada kemudahan. Di bulan Oktober onwards, aku sibuk dengan training CFP, Hack Idea-ku masuk ke tahap selanjutnya (lolos TOP 100 dan masuk ke inkubasi), bahkan Advislab dapat project gede dari Telkomsel dan Gojek.
Among other worst things on my previous workplace, Allah itu baik karena ngasih aku nikmat dengan pekerjaan-pekerjaan yang somehow betul-betul membantu aku buat berkembang lebih jauh. Di bulan Oktober ini, pekerjaan di Telkom nggak terlalu hectic seperti di tempat sebelumnya. Tapi side-hustling beuh marathon kayak nggak ada habisnya. Sampai aku berpikir kayaknya aku butuh 25 jam dalam sehari untuk menuntaskan pekerjaan-pekerjaan itu.
Di tengah hecticnya kerjaan Advislab yang justru aku sukai juga. Karena aku bisa belajar banyak dari temen-temen Advislab in how to make a framework for our pojects. Seperti biasa I know how to have fun. Jadi di bulan November ini aku mencoba untuk nge-bleach rambut. Walaupun ternyata hasilnya gak maksimal. Karena aku tuh pengen nyoba gaya rambut peek-a-boo style gitu lho. Cuma kalau mau ke salon itu sayang duit. Jadi ya aku coba aja bleaching dan gagal. Rambutku nggak jadi pink tapi malah terlihat seperti preman pasar. Mungkin aku akan pangkas habis rambut ini nantinya.
Di bulan November juga, setelah training CFP tiap weekend selama 3 bulan dari bulan Agustus, aku ujian CFP. Kalau ada orang yang nganggepnya aku selow gak ngapa-ngapain minta dihajar kayaknya. Soalnya hampir tiap weekend aku selalu ada kegiatan entah itu ngisi webinar, jadi mentor, bahkan training CFP. Nah, ujian CFP ini ternyata nggak sesulit yang aku duga. Aku yang awalnya pesimis bakal lulus karena sama sekali gak belajar, ternyata lulus ujian CFP 1,2,3! Tinggal satu ujian CFP 4 dan insya Allah aku akan punya sertifikat CFP. Ngambil CFP ini juga sebenarnya keinginanku sendiri. Karena sepertinya makin ke sini aku ingin spesifik jadi expert di bidang personal finance aja.
Masih di area jadi speaker webinar juga, aku mulai connect dengan dosen lama. Lebih tepatnya dihubungi dosen lama untuk jadi pembicara sih. Mungkin semesta memang meminta aku untuk jadi misionaris yang punya spesialisasi di bidang mendorong anak muda untuk mengejar mimpi kali ya? Jadi di webinar itu aku lebih banyak bicara soal pengalaman dan menyuntikkan kepercayaan diri ke teman-teman bahwa almamater itu nggak mengecilkan seseorang. Sejak aku mendapatkan tiket emas LPDP tahun 2017 lalu, teman yang satu almamater denganku itu dikit banget. Aku justru ketemu orang-orang yang kuliah di universitas mentereng: ITB, UI, UGM. Dan itu ternyata nggak membuatku lebih bodoh dari mereka. Ternyata kami tuh sama aja. Yah walaupun harus jujur sih memang anak-anak dari ITB, UI, dan UGM pikirannya lebih luas dan terbuka aja. Mungkin karena UM itu ada di kota kecil jadi bubblenya kecil juga.
But anyways, there's nothing stopping you from dreaming big and achieve it. Itu yang berusaha aku propagandakan. Nggak masalah bermimpi besar yang penting actionnya juga harus ada.
Akhir tahun 2021 menjadi salah satu gerbang buat diriku sendiri untuk membuka diri seluas-luasnya ke hal yang positif. I've had enough. And I wanted to try a lot of things, something new. Di bulan Desember, aku bikin tato untuk pertama kali dan ternyata nggak seburuk yang aku kira. Di bulan ini juga aku operasi wisdom teeth jadi sekarang aku sudah bisa bilang annyeong pain! Di Bulan Desember juga aku berasa nggak full kerja malah full malas-malasan.
Bayangkan aku pergi ke Bali dari tanggal 15 dan ambil cuti sampai menjelang akhir tahun. Jadi selama dua minggu lebih aku nggak efektif bekerja karena nato dan ngambil wisdom teeth dan ke Bali itu. But so far, I think it's worth it? It's worth to redeem the pain and suffering I've been through for the past two years. Just hoping that I can be a better person in 2022. Discovering lots of things including more mechanical keyboard perhaps?
Catatan penting juga buatku adalah untuk ninggalin orang-orang yang doesn't serve me well. Daripada melibatkan diri di drama orang-orang yang negatif berujung ke amarah tiada akhir, mending aku cut orang-orang yang kurasa nirfaedah di dalam hidupku. I'm sorry but it is what it is. Aku udah tua, udah capek drama-drama. Mending meninggalkan orang yang awalnya stranger jadi stranger lagi. Karena aku sudah memutuskan untuk tidak berteman dengan orang bodoh. Aku cuma mau berteman dengan orang yang kasih aku value positif dan aku juga kasih mereka value positif.
Dari semua kilas balik yang terjadi di 2021, aku memang cuma ingin melanjutkan hal-hal positif dan terus berpikir positif lagi. I'm glad for reclaiming me who think positive instead of being bitter and negative all the time. To the shining shimmering splendid 2022. Let's be happier, healthier, and wealthier!
Semoga sehat dan sukses selalu agista 👍👍👍
ReplyDelete