Review Film: A Quiet Place II [2021]
Setelah menunggu kurang lebih 3 tahun sejak film pertama dirilis pada tahun 2018, akhirnya A Quiet Place Part II rilis juga di tahun 2021 ini. Penayangan film ini memang mengalami begitu banyak penundaan, salah satunya disebabkan oleh pandemi COVID-19 yang memang melemahkan sejumlah sektor industri. Namun pada tahun 2021, setelah ditemukannya vaksin, perlahan-lahan industri mulai bangkit. Dan A Quiet Place pun dirilis untuk menarik penonton pergi lagi ke bioskop. Sama dengan kampanye salah satu waralaba bioskop dalam negeri, mereka memastikan telah dilakukan pengambilan sampel mengenai airborne virus COVID di dalam ruang bioskop dan terbukti hasilnya tidak menunjukkan signifikansi keberadaan virus COVID di dalam bioskop. Namun demikian, keinginan untuk kembali ke bioskop atau tidak tetap diserahkan pada masing-masing individu ya.
Sebelum menuliskan review ini sebenarnya semalam aku membaca sebuah review yang ditulis di web The New Yorker. Di situ, si penulis Richard Brody menyatakan ketidakpuasannya akan skill directing John Krasinki untuk sekuel A Quiet Place ini. Menurutnya, John Krasinki terlalu bermain aman dan berusaha untuk memenuhi kewajiban saja dalam film ini. Tapi aku sendiri memiliki penilaian yang berbeda. Memang ada benarnya sih bahwa A Quiet Place ini tidak memberikan gebrakan yang ekstrem untuk sebuah film sekuel tapi justru itu yang aku sukai. A Quiet Place ini konsisten dalam menjalin cerita dari film pertama dan ditambah dengan sedikit tweak yang membuatku justru malah mengapresiasi hasil kerja John Krasinki.
A Quiet Place II dibuka dengan DAY 1 yaitu hari dimana si makhluk dalam film pertama dijelaskan tiba di bumi. Menurutku penambahan asal muasal wabah ini cukup membuat penonton tidak bertanya-tanya, meskipun kita juga masih akan bertanya di akhir seperti: Makhluk ini asalnya darimana? Dan jumlahnya ada berapa? Bagaimana cara mengalahkannya? Tiga pertanyaan sederhana itu masih belum bisa dijawab sepenuhnya dalam installment lanjutan A Quiet Place. Setelah hari pertama tersebut, film berlanjut ke hari ke 474 yaitu hari selanjutnya setelah ending film pertama. Kini Evelyn (Emily Blunt), Regan (Millicent Simmonds), dan Marcus (Noah Jupe), serta si bayi yang baru lahir harus pergi dari tempat mereka tinggali selama ini. Mereka tak lagi aman di situ karena sang Ayah, Lee (John Krasinki) sudah tiada di film pertama.
Memang sejak trailernya keluar, film ini lebih menekankan kepada "Ada apa di luar sana?". Di luar kebun jagung dan rumah tinggal keluarga Abbott yang sudah sangat kita kenal dari film pertama. Apakah masih ada orang yang hidup? Bagaimana orang lain bertahan hidup selain keluarga Abbott ini?
Keluarga Abbott pun terus melangkah hingga melewati perbatasan jalur pasir yang mereka buat. Di luar jalur pasir itu, mereka harus melangkah lebih hati-hati lagi karena makhluk yang ada di dekat peternakan mereka memang sudah berhasil mereka bunuh tapi bagaimana dengan makhluk di luaran sana yang tidak diketahui jumlahnya? Jujur, sejak keluar dari lingkaran aman mereka (re: rumah), kondisi jadi semakin menegangkan. Dan yang harus aku puji dari film ini adalah ketegangannya benar-benar dijaga dari awal sampai akhir. Padahal kan ini bukan film hantu tapi entah kenapa tegangnya malah bikin stress penonton dari awal sampai ending.
Film kedua ini memiliki jauh lebih banyak dialog daripada film pertama. Mungkin karena keberadaan satu karakter lain yang bisa bicara dan merupakan orang di lingkaran luar keluarga Abbott yang sudah terbiasa menggunakan bahasa isyarat. Jadi A Quiet Place II ini tidak terdengar lebih sunyi, justru lebih ramai. Dan keramaian itu yang membuat penonton merasa unsettling, didukung oleh scoring yang memang sengaja dibuat unsettling. Itulah kunci untuk menjaga ketegangan dari awal hingga penghujung film.
Yang aku suka lagi dari film ini yaitu adanya adegan cross-cutting. Alias adegan yang dilakukan secara paralel di tempat yang berbeda. Di film ini keluarga Abbott terpisah karena masing-masing memiliki tugas dan harus menjalankan tugas tersebut untuk bertahan hidup. Keberadaan mereka di tempat yang berbeda tapi harus menghadapi makhluk yang sama, dikemas dalam adegan cross-cutting yang saling mengisi satu sama lain. Ini yang membuatku tak henti terkagum-kagum dengan ide John Krasinki. Idenya mungkin sudah biasa di film lain tapi keputusan John Krasinki menghadirkannya dalam film ini patut diapresiasi.
Ciri khas lainnya yang sudah pernah kita temui di film pertama adalah kita ikut dibuat tidak bisa mendengar. Hal ini masih dipertahankan juga oleh Krasinki. Dalam beberapa adegan yang menegangkan, sound film benar-benar dibuat senyap sehingga kita juga merasa ikut tuli. Rupanya formula yang diperhitungkan secara matang oleh Krasinki ini justru makin menambah ketegangan di dalam film dan hal ini juga dipuji oleh si Richard Brody dalam artikelnya di The New Yorker. Dia bilang bahwa perhitungan Krasinki terhadap detail-detail seperti ini patut diberikan applause.
Tambahan lagi, meski Richard Brody bilang bahwa film ini dieksekusi dengan cara yang so-so menurut dia, aku cukup terkesan dengan perkembangan karakter dan pembagian peran dalam film. Film ini tidak lagi Emily Blunt-sentris. Namun adil dalam pembagian peran ya karena mereka terpisah di tempat yang berbeda itu. Apalagi karakter anak-anak Abbott berkembang sungguh pesat bila dibandingkan dengan film pertama, terutama Marcus yang awalnya digambarkan sebagai anak yang lemah, penakut, dan cengeng. Regan di sisi lain, justru semakin menunjukkan sisinya sebagai empowered female character. Kehilangan sang Ayah justru membuatnya makin bertekad kuat mencari jalan keluar, apalagi dia digambarkan sebagai anak yang keras kepala dan cepat membaca situasi.
Mungkin salah satu kekurangan dari film ini adalah kemungkinan adanya instalment lanjutan karena endingnya lagi-lagi menggantung. Belum lagi ada beberapa hal yang masih belum seluruhnya terjelaskan. Seperti tiga pertanyaan di atas dan juga masyarakat di lingkungan baru yang ternyata tidak terganggu oleh keberadaan si makhluk ini. Jadi, makhluknya ada dimana saja? Apakah ada di Indonesia juga? Karena beberapa waktu lalu ada meteor jatuh dekat gunung Merapi tepat setelah A Quiet Place II dirilis.
Plot | ★ ★ ★ ½ ☆ |
Akting | ★ ★ ★ ★ ☆ |
Musik | ★ ★ ★ ★☆ |
Grafis | ★ ★ ★ ★ ☆ |
Overall | ★ ★ ★ ★ ☆ |
Comments
Post a Comment
Thank you for visiting my blog, kindly leave your comment below :)
In a moment, I can't reply your comments due to error in my account when replying. But I make sure that I read every single comment you leave here :)