Review Film: Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini [2020]
Pernah nggak kamu berpikir bahwa sebenarnya tidak ada orang jahat di dunia ini, tapi kita hanya berbeda perspektif? Yah, walaupun nggak sedikit juga kita bertemu dengan orang yang sifat-sifat buruknya itu murni sampai nggak bisa dilogika lagi. Film arahan Angga Dwimas Sasongko ini menekankan nilai tersebut, bahwa tiap orang itu punya alasan untuk berbuat "jahat" atau "menyakiti" manusia lainnya. Karena ya memang kita tidak bisa memaksakan seseorang untuk memiliki perspektif yang sama persis dengan apa yang kita harapkan bukan?
Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI) ini merupakan debut layar lebar Angga Dwimas Sasongko, diangkat dari buku dengan judul yang sama karya Marcella FP. Premis utamanya adalah konflik keluarga dan hubungan persaudaraan. Dijamin relatable pada kehidupan kita sehari-hari, apalagi kalau punya saudara lebih dari dua. Kedengarannya sederhana dan tidak menarik gitu ya? Padahal film ini sebenarnya justru memiliki daya tarik karena konfliknya lokal banget. Agak berbeda dengan bukunya yang lebih banyak memunculkan quotes-quotes gitu.
Film dibuka dengan pesawat kertas dan narasi yang dibacakan oleh Awan (Rachel Amanda). Terus terang, scene awal ini agak panjang dan membosankan, aku sempat skip beberapa kalimat narasi yang diucapkan. Selain itu, aku juga berusaha untuk fokus mendengarkan soundtrack awal yang diputar cukup lama sampai masuk ke introduction scene. Soundtrack ini dipasang dengan volume yang cukup tinggi sehingga bikin narasi juga terdengar tumpang tindih sih, jadi ngeh kan kenapa aku ke-distract? Meskipun begitu, aku suka lagunya meski aku tidak tahu siapa yang menyanyikan lagu tersebut.
Tokoh sentral film ini adalah keluarga Narendra (Oka Antara/Donny Damara) yang terdiri atas Ibu Ajeng (Susan Bachtiar), Angkasa (Rio Dewanto), Aurora (Sheila Dara), dan Awan (Rachel Amanda). Bisa dibilang, fokus utama NKCTHI adalah transformasi Awan yang sedang berada di usia tanggung dalam menghadapi kegagalan, hal yang baru pertama kali dia rasakan seumur hidupnya. Kalau boleh meminjam istilah reviewer film, NKCTHI merupakan coming of age movie karena memang bercerita soal transisi pubertas anak-anak usia belasan ke dua puluhan, yang tentu saja juga berbicara soal existential crisis. Pemicu konflik dalam semesta keluarga Narendra ini adalah perubahan sikap si anak bungsu, Awan.
Sang Ayah memang tampak terlalu memanjakan dan memperhatikan Awan dibandingkan dengan dua kakak lainnya: Angkasa dan Aurora. Hal ini membuat kita berpikir bahwa, masalah keluarga Narendra ini berada pada sang Ayah yang terlalu memusatkan bumi pada Awan. Rupanya, selapis demi selapis konflik mulai terbuka sepanjang film. Apalagi diceritakan dengan menghadirkan perspektif masing-masing anggota keluarga, baik dari sisi Awan, Aurora, Angkasa, hingga Ayah dan Ibu. Rupanya akar masalah dari keluarga yang awalnya tampak harmonis dan selalu bahagia ini dikisahkan di bagian akhir, melalui perspektif sang Ibu yang menjadi benang merah dan merajut jawaban dari penjelasan-penjelasan sebelumnya.
Sepanjang menonton film ini, aku merasa terhanyut. Pasalnya perspektif yang diceritakan sudah sering aku alami juga selama hidup di dunia ini. Mulai dari keinginan untuk cabut dari rumah dengan cara mencari beasiswa, dianggap sebagai manusia yang capable dan bisa menopang adik-adik, tidak diperhatikan, merasa terasing, merasa terkekang dan lain-lain. Sebenarnya aku tahu bahwa di balik tindakan-tindakan orangtua yang kuterima, pasti niat mereka baik. Aku sangat memahami hal itu. Tapi di zaman sekarang ini, rasanya nggak adil kalau hanya orangtua yang mau dimengerti. Anak-anak juga ingin dimengerti. Tumbuh jadi seorang anak yang menurut orang-orang terlampau mandiri seperti aku ini sebenarnya nggak bagus. Karena deep down, orang-orang seperti aku ini juga ingin didengar, dimintai pendapat, diperlakukan sama seperti saudara yang lain, dan diperhatikan. Maka dari itu, karakter Angkasa dan Aurora sangat relatable terhadapku.
Potret keluarga Narendra ini sedikit banyak menggambarkan potret keluarga "ideal" baby boomers. Kalau ditanya, apakah secara garis besar film ini relevan dengan kehidupan sehari-hari? Iya. Memang sih nggak semua keluarga di Indonesia seperti yang diceritakan dalam NKCTHI, tapi coba deh resapi apakah kalian juga mengalami perlakuan yang sama dengan keluarga Narendra? Merasa orangtua memberi kasih sayang yang berat sebelah? Atau bertemu dengan seseorang yang bikin nyaman tapi ternyata nggak bisa dimiliki?
Bicara soal cinta yang nggak bisa dimiliki, NKCTHI menghadirkan sosok yang super bikin geregetan yaitu Kale (Ardhito Pramono). Kale ini sudah namanya seperti sayur, dia bisa bikin baper tingkat tinggi. Tipikal softboi yang sering diperbincangkan oleh warga twitter: suka musik indie, jago bikin nyaman, teman bicara yang baik, bikin orang nulis bio di twitter "sapiosexual", tapi ujung-ujungnya bikin hancur hati anak orang. Kale adalah tokoh pendukung yang muncul di tengah keharmonisan keluarga Narendra. Karena konflik timbul pasca Awan bertemu dengan Kale. Memang sih setiap pertemuan itu memberikan pelajaran, termasuk pertemuan Awan dengan Kale. Dari Kale, Awan belajar bahwa hidup itu tidak melulu di bawah ketiak orangtua. Bahwa anak berhak memilih jalan mereka sendiri. Dan bahwa pria-pria yang dikekang keluarga seperti Angkasa itu tidak terlalu menarik untuk diajak membangun rumah tangga hahahahahaha.
Shout out to the most annoying character in the movie: Kale |
Intinya, NKCTHI ini betul-betul berasa lokalnya. Ceritanya hidup meskipun konfliknya sederhana. Apalagi pesan yang dibawa sebenarnya heartwarming, dialognya tidak canggung, skenarionya juga matang. Sinematografinya memang tidak seindah Dua Garis Biru tapi lagi-lagi berasa lokal dan membuatku bangga bahwa Indonesia masih mampu menghasilkan karya-karya yang patut diapresiasi seperti ini. Soundtrack film ini diwarnai oleh pemusik-pemusik indie juga, ada sejumlah track yang enak untuk didengar namun sebagian lainnya terlalu indie untuk dinikmati. Akting para pemain juga menyita perhatian, nggak ada yang berat sebelah. Namun kalau ditanya apakah NKCTHI sesedih atau sebagus itu? Kurasa nggak juga. NKCTHI ini berada di tengah-tengah, bagus tapi nggak terlalu bagus juga. Sedih tapi nggak sesedih itu juga.
Nah, sekarang pertanyaan terakhirnya: Siapakah Isyana Sarasvati dalam NKCTHI? Dan bagaimana cara syuting di Imigrasi bandara Heathrow?
Plot | ★ ★ ★☆☆ |
Akting | ★ ★ ★ ½ ☆ |
Musik | ★ ★ ★ ½ ☆ |
Grafis | ★ ★ ★ ★ ☆ |
Overall | ★ ★ ★ ½ ☆ |
kok ini debut layar lebar Angga Dwimas Sasongko sih? bukannya Angga Dwimas Sasongko sutradara dalam Film Filosofi Kopi ya? atau aku salah nangkep?
ReplyDeleteTapi secara keseluruhan aku suka reviewnya. filmnya emang dekat dengan masalah kita sehari-hari jadi relate, bahkan menurut ku kita bisa bebas mengambil perspektif dari tokoh mana aja yang kita mau untuk memaknai value dari film ini :D