Pengalaman Seleksi Telkom GPTP Batch IX
Menjadi lulusan S2 terutama dari luar negeri sebenarnya agak membingungkan. Di satu sisi, aku tidak memiliki cukup banyak pengalaman mengajar untuk lanjut jadi dosen. Di sisi lain aku juga tidak memiliki cukup banyak pengalaman praktikal di industri. Posisi sebagai mahasiswa S2 memang tanggung, seakan mati segan hidup pun tak mau. Bila mulai jadi praktisi harus merintis karir dari nol sama dengan lulusan-lulusan S1. Bila ingin jadi dosen (kalau bisa) harus sekalian jadi PhD atau mengambil jenjang doktoral agar dipandang sebagai sosok yang memiliki pondasi ilmu mumpuni atau bahkan ahli di satu bidang spesifik.
Aku sempat mengalami quarter life crisis hebat saat aku masih di London. Saat itu aku berada di persimpangan jalan, sama seperti yang aku sebutkan di paragraf awal postingan ini. Aku masih belum memutuskan apakah aku akan jadi praktisi dulu atau jadi dosen atau malah mengejar mimpi jadi penulis. Krisis ini makin parah ketika di penghujung studiku, aku tak kunjung menemukan pekerjaan yang tepat. Hingga empat bulan aku pulang ke Indonesia.
Saat di London, entah sudah berapa ratus lamaran yang aku apply. Mulai dari firm besar dan ternama, start-up, tech companies, hingga mass media. Lamaran-lamaran ini aku kirimkan via LinkedIn. Tak jarang pula aku mendaftar ke sejumlah website resmi perusahaan. Mulai dari perusahaan di London hingga perusahaan-perusahaan di sekitaran Singapura, Malaysia, sampai Jakarta. Orientasiku memang sudah tidak ingin tinggal di Malang lagi, kalau bisa memang tinggal di Jakarta. Kebetulan juga, pada bulan Oktober tahun lalu PT. Telkom sedang membuka lowongan Great People Trainee Program (GPTP). Program ini merupakan program unggulan dari perusahaan telekomunikasi terbesar Indonesia ini.
GPTP IX Percobaan Pertama
Sembari magang, aku mendaftar GPTP IX. Salah seorang temanku yang pernah lolos hingga tahap interview akhir juga memberiku suntikan semangat untuk mengikuti program ini. "Tesnya dia online semua kok, Gis. Coba aja dulu. Baru nanti kalau lolos ya pulang ke Indonesia," ujarnya. Karena aku masih berada di London hingga akhir tahun 2018, aku merasa tidak ada salahnya mencoba. Toh aku sudah perkirakan seandainya aku lolos, mungkin tesnya akan diadakan setelah aku pulang ke Indonesia nanti. Akhirnya, aku melamar GPTP IX batch Oktober tersebut.
Setelah memasukkan aplikasi, aku lolos screening tahap administrasi. Padahal waktu itu sebenarnya ijazah S2-ku masih belum keluar. Aku memang sudah selesai menempuh jenjang Master tapi saat itu belum wisuda. Ditambah lagi syarat usia maksimum untuk mendaftar adalah 24 tahun (untuk S1), aku nekad mendaftar jenjang S2 yang mensyaratkan maksimal usia 27 tahun tanpa ijazah. Begitu lolos tahap administrasi, aku mendapatkan e-mail dari Telkom untuk mengikuti asesmen daring. Assessment online Telkom ini terdiri dari tiga bagian yang biasanya dilaksanakan tiga hari. Tes yang diujikan meliputi: logical reasoning (number sequence, pattern, silogisme), tes bahasa Inggris, dan tes bidang.
Sebenarnya aku sudah tahu akan lolos dan menjalani assessment online ini karena begitu lulus S1 tahun 2016 lalu aku juga mendaftar GPTP Telkom. Di tahun 2016 itu, aku gagal di tes online ini jadi waktu aku mendaftar GPTP IX batch Oktober 2018 kemarin, aku tidak berharap lebih. Yang makin membuatku tidak berharap adalah perbedaan waktu yang signifikan antara London dan Indonesia. Ketika aku diharuskan mengerjakan assessment online, aku harus bangun pukul 09.00 WIB yang mana itu berarti aku harus bangun pada pukul 02.00 GMT (waktu London).
Hari pertama online assessment, aku masih bisa bangun. Hari kedua dan berikutnya (online assessment biasanya berlangsung 3 hari), aku ketiduran. Pada waktu itu aku juga masih magang di Bank Indonesia London dan sempat lembur mengerjakan salah satu laporan hingga pukul 12 malam. Begitu sampai rumah, aku tepar.
Sadar bahwa aku telah melepaskan kesempatan tes online Telkom, aku sudah pasrah akan gagal di GPTP IX Oktober ini. Dan ternyata benar, aku tidak lolos ke tahap berikutnya. Aku sempat mengira bahwa GPTP hanya akan diadakan satu kali selama satu tahun, jadi aku sudah bersiap untuk ikut GPTP di tahun 2019. Ternyata di bulan November, Telkom membuka rekrutmen GPTP lagi dan hal itu cukup mengejutkanku.
GPTP IX Percobaan Kedua
November 2018, aku masih magang di Bank Indonesia London tapi aku sudah punya rencana untuk benar-benar pulang ke Indonesia di bulan berikutnya. What's worse going to happen? Karena merasa sudah dekat dengan kepulangan, akhirnya aku daftar lagi. Lalu untuk kali ketiga, aku lolos tahap seleksi administrasi. E-mail tes asesmen online kembali dikirimkan oleh pihak Telkom dan saat itu tes tahap kedua ini diadakan di awal Januari. Januari 2019 merupakan bulan yang paling sibuk karena aku bolak-balik ke Jakarta untuk asesmen EY. Aku juga ingat sekali saat aku mengerjakan asesmen daring Telkom ini, aku sedang mengantarkan Mbayod ke kliniknya bekerja dengan Mas Kiva. Waktu itu, aku tidak bisa tethering koneksi internet dari iPhone sehingga aku mengemis kuota pada Mas Kiva #KebodohanAgistake1278742039278.
Aku ingat sekali pada tahun 2016 aku gagal di asesmen daring karena soalnya susah, banyak, dan harus dijawab dengan tepat dan akurat. Berbekal pengalaman serta anxiety yang sama, aku jadi tidak berharap banyak. Di soal logical reasoning dan juga bahasa Inggris, aku masih percaya diri. Namun ketika sudah menyentuh soal tes bidang, percaya atau tidak, aku mengarang hampir 80% jawaban dari asesmen. Pada waktu itu aku benar-benar tidak melakukan perhitungan. Aku hanya memilih jawaban berdasarkan angka yang kurasa masuk akal. Tahu di bagian tes bidang aku mengarang bebas, aku hanya bisa tersenyum dan berpikir, "Kalau lolos ya Alhamdulillah, kalau engga ya udah." #KebodohanAgistake1927328742039278
e-mail seleksi asesmen daring Telkom |
Eh ternyata ketika aku tidak mengharapkan bahwa aku lolos, sekitar satu bulan berikutnya aku mendapatkan e-mail bahwa aku lanjut ke tahap seleksi berikutnya yakni Collaborative Games. Itupun aku tahu karena aku mengecek e-mail dan sudah ada banyak ajakan untuk membentuk grup bersama-sama dari kandidat lain. "Maaf, ini membentuk grup buat apa ya?" tulisku di e-mail waktu itu. Aku baru sadar kalau aku lolos assessment online Telkom ketika diberitahu oleh kandidat lain bahwa namaku ada di daftar kandidat yang lolos ke seleksi tahap berikutnya.
Kadang-kadang aku memang beruntung maksimal sih meskipun yah lebih sering sial.
Di seleksi GPTP tahap selanjutnya, aku diharuskan untuk membentuk kelompok Collaborative Games dengan kandidat lain (setidaknya 3 orang dalam kelompok). Sebenarnya aku paling tidak suka bekerja kelompok tapi yah demi karir aku harus melakukannya bukan? Jadilah aku membentuk kelompok yang kunamai 'Tim Tengah Malam' karena dibentuk saat tengah malam bersama dua orang kandidat yang sudah menghubungiku duluan. Saat pembentukan kelompok Collaborative Games ini, sempat terjadi kendala karena sistem web Telkom tidak mau menambahkan anggota tim meski sudah dikirimkan undangan untuk bergabung.
Tugas di Collaborative Games ini ada 2, yakni tugas individu untuk membuat video perkenalan diri dan juga alasan bergabung dengan Telkom. Yang kedua adalah tugas kelompok untuk membuat sebuah presentasi/makalah sesuai dengan tema yang diberikan. Ada sekitar empat hingga lima tema yang diajukan oleh Telkom waktu itu lalu masing-masing kelompok memilih satu tema untuk dikerjakan. Presentasi/makalah bisa ditulis dalam bahasa Inggris atau Indonesia dan masing-masing kelompok diwajibkan untuk mengunggah satu video presentasi mereka ke web rekrutmen Telkom.
Kalau boleh jujur, hasil kerja kelompokku waktu itu niat banget sih. Benar-benar membuat makalah full dalam bahasa Inggris (bahkan sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah), serta mengunggah video yang dikerjakannya pun dengan sepenuh hati. Pokoknya niat banget lah. Karena aku merasa bahwa tugas kelompok telah dikerjakan dengan baik, aku positif bahwa Tim Tengah Malam akan lolos semua. Dugaanku ternyata benar. Satu bulan setelah submit Collaborative Games, kami bertiga sama-sama mendapatkan undangan untuk tes tahap akhir atau sering disebut sebagai Assessment Day.
Tahap terakhir seleksi GPTP Telkom ini adalah: psikotes, medical check up, dan user interview yang dibagi ke dalam dua bagian yakni HR interview dan Technical interview. Kandidat yang berada satu tim denganku mendapatkan undangan seleksi tahap akhir di waktu dan tempat yang berbeda. Aku sendiri sebenarnya melamar untuk mendatangi seleksi di Surabaya tapi aku diundang untuk datang ke asesmen di Jakarta. Lalu untuk kesekian kalinya, aku bolak-balik Jakarta lagi. Tapi tenang saja, Telkom menyediakan reimbursement (penggantian biaya) bagi peserta yang berdomisili di luar Jakarta.
Aku baru tahu bahwa ada rekrutmen jalur khusus LPDP di seleksi tahap terakhir. Pada seleksi tahap akhir ini aku berkenalan dengan awardee LPDP DN yang memberitahuku bahwa sebenarnya ada jalur khusus anak-anak LPDP via Matagaruda. Sekali lagi, aku jadi mempertanyakan statusku sebagai 'anak LPDP' karena tidak mengetahui informasi semacam ini. Perbedaan jalur LPDP dengan jalur reguler yang kutempuh adalah anak-anak LPDP tidak perlu mengikuti online assessment dan juga collaborative games. Mereka langsung mendapatkan shortcut untuk seleksi tahap akhir dan baru submit video Dream Challenge di seleksi tahap akhir itu.
e-mail seleksi tahap akhir Telkom |
Seleksi tahap akhir yang kujalani diadakan selama empat hari, tiga hari pertama berurutan di awal Maret 2019, lalu satu hari terakhir di minggu berikutnya. Hari pertama, aku melakoni psikotes yang ujiannya meliputi: tes Wartegg, tes Kreplin, DISC test, human drawing test, dan tree drawing test. Pokoknya tes psikologi lengkap lah. Hari berikutnya, aku melakoni tes teknikal yang mana menurutku sebenarnya gagal total!
Kebetulan aku menjadi peserta dari bidang finance yang diwawancara pertama kali, jadi masih segar gitu. Tapi sebagai peserta pertama, aku juga mendapatkan pertanyaan yang menurutku cukup 'membunuh'. Apalagi sebenarnya aku sudah meninggalkan Akuntansi sejak tiga tahun yang lalu. Tidak belajar dan sudah banyak hal yang kulupakan membuatku agak keteteran saat menjawab pertanyaan dari reviewer bidang ini. Pertanyaan yang ditanyakan pun spesifik pada akuntansi dasar, SAMPAI DETIL PENULISAN JURNAL! Lalu komponen-komponen laporan keuangan, komponen aset secara mendetail, serta prinsip-prinsip Akuntansi. Selama wawancara aku mengeluarkan keringat dingin dan menjawab sok-sok PD meski itu salah besar. #KebodohanAgistake19277689741215425
Sesungguhnya aku sangat berharap untuk ditanyai mengenai Behavioural Finance karena aku sangat tertarik dengan bidang ini. Aku sama sekali tidak berharap akan ditanyai soal Akuntansi sebegitu detailnya. Di akhir interview aku mengatakan bahwa sebenarnya aku tidak terlalu suka Akuntansi, kalau boleh memilih aku ingin ditempatkan di divisi treasury atau pendanaan karena semasa S2 aku lebih banyak belajar soal Corporate Finance.
Hari ketiga, aku santai maksimal karena tesnya hanya berupa medical check up yang diadakan di salah satu klinik milik Telkom juga. Medical check up-nya terbilang lengkap, ada tes darah, EKG, urin, pendengaran, radiologi, dan diagnosis dokter. Tesnya mungkin terlihat sederhana dan bisa dilakukan dengan cepat, fakta bahwa peserta seleksi GPTP Telkom membludak membuat medical check up ini memakan waktu seharian.
Di minggu berikutnya, tes terakhir yang harus kujalani adalah HR Interview. Tes kali ini pun tidak lepas dari kebodohan-kebodohan yang sering sekali aku lakukan. Jadi, waktu itu aku menginap di tempat Mbak Ayodd di Depok dan interview diadakan pukul 08 pagi. Tentu saja aku sudah bersiap-siap untuk berangkat pagi dong. Namun hari itu cuaca sedang tidak bersahabat, Depok diguyur hujan deras sehingga aku meminta tolong Mas Kiva untuk mengantarkanku ke stasiun. Go-Jek dan Go-Car susah ditemukan di kala hujan dan pagi hari. Sial banget kan?
Beruntung Mas Kiva yang baik hati mau mengantarkanku sampai stasiun Depok. Sudah sampai di stasiun, aku punya dua pilihan transportasi: naik KRL atau naik TransJakarta. Karena hujan, aku tidak berani mengambil risiko naik KRL karena biasanya terjadi gangguan. Akhirnya aku memantapkan pilihanku naik bus TransJakarta dari Depok. Yang tidak aku perkirakan saat itu adalah kemacetan Jakarta di pagi hari NAUDZUBILLAH! Memang sih aku berangkat sepagi mungkin, tapi tetap saja macet di sekitaran Cawang membuatku ingin menangis dan akhirnya aku telat dua jam dari waktu interview yang seharusnya! Mana aku juga sempat kelewatan bus stop karena di TransJakarta tidak ada announcement stop berikutnya lagi. Sungguh hari itu aku benar-benar pasrah, marah, dan kesal karena rencanaku tidak berjalan semestinya #KebodohanAgistake323286210200897.
Benar dong, begitu aku sampai di Graha Merah Putih Telkom, aku dinyatakan terlambat. Seharusnya aku mendapatkan giliran pertama interview tapi aku malah jadi mendapatkan giliran terakhir dan harus menunggu hinga sore hari. Di satu sisi ya itu memang salahku, di sisi lain aku merasa sudah tidak ada harapan lagi untuk karirku di Telkom ini. Pesan moral: kamu harus perkirakan risiko-risiko buruk yang mungkin terjadi sebelum tes apapun.
interior gedung Graha Merah Putih Telkom |
Karena kebodohanku yang tiada tara, akhirnya tibalah giliranku sebagai peserta interview terakhir. Di dalam ruangan, ada dua orang reviewer yang menanyaiku soal diriku sendiri. Ada banyak sekali pertanyaan yang ditanyakan dan biasanya adalah pertanyaan umum seperti: pengalaman organisasi, pengalaman bekerja, bagaimana cara menghadapi masalah dan lain-lain. Mereka juga mengulik ceritaku soal mendapatkan beasiswa, cara survive di London, pendekatan terhadap orang lain, hingga bertanya mengenai penempatan yang kuharapkan. Berhubung ini adalah interview HR, aku merasa sangat rileks. Berbeda dengan interview teknikal yang jawabannya tidak bisa kukarang bebas, di interview HR aku santai karena aku sangat mengenal diriku sendiri.
Interview dengan HR ini berlangsung cukup lama saking banyaknya pertanyaan yang diajukan. Tidak jarang juga aku malah menimpali pertanyaan mereka dengan guyonan. Satu hal yang aku perhatikan selama interview adalah reviewer ini selalu meminta bukti konkret. Misal mereka menanyakan kesuksesan terbesarku, mereka meminta jawaban aktual soal parameter kesuksesan itu. Reviewer juga meminta deskripsi detil soal kegiatan yang aku lakukan dan dengan siapa saja aku terlibat dalam sebuah kegiatan tersebut. Jadi jawabannya tidak diawang-awang. Aku sempat menjawab "Saya merasa jadi orang yang lebih baik setelah tinggal di London." Jawaban ini dirasa kurang konkret sehingga mereka meminta penjelasan lebih lanjut seperti: apa parameter perubahanku sebelum dan sesudah tinggal di London, atau hal-hal apa saja yang mendorong perubahan itu.
Aku juga ingat sekali ketika reviewer bertanya: "Agista di mata teman-teman seperti apa?" dan aku jawab jujur sekali, "Kalau kata teman-teman sih, Saya malu-maluin Bu." Tidak puas dengan jawabanku, reviewer meminta contoh tindakan malu-maluin yang kulakukan. Karena diminta seperti itu, akhirnya aku jelaskan bahwa aku merupakan orang yang cukup ekspresif sehingga sering sekali nyeplos kata-kata yang tidak terduga atau melakukan gerakan-gerakan aneh di keramaian. Saat keluar dari ruang wawancara, aku jadi ingin menarik cerita tindakan memalukanku itu tadi.
Pertanyaan yang sebenarnya membuatku sangat khawatir adalah soal sosial media. Di penghujung wawancara, mereka menanyai soal akun sosial mediaku. Aku jawab bahwa aku aktif blogging dan instagram saja. Sebenarnya aku adalah sampah (secara harfiah) di dunia maya, jadi aku tidak ingin kalau akun sosial mediaku di-stalking begitu saja oleh para reviewer ini.
Setelah menjalani seleksi tahap akhir GPTP Telkom IX ini, aku merasa dipenuhi dengan aura positif. Meskipun kalau ingat interview teknikal, lagi-lagi aku merasa sangsi. Intinya, setelah tahap seleksi terakhir ini selesai aku hanya bisa pasrah dan berdoa. Kalau memang lolos ya alhamdulillah, kalau tidak lolos ya berarti aku memang tidak cocok dengan Telkom.
Jarak pengumuman antara seleksi tahap akhir dengan kelulusan ini berlangsung cukup lama. Singkatnya, aku digantungkan hampir satu setengah bulan oleh Telkom sehingga aku memilih untuk melamar di PwC dan tempat lain. Apalagi aku sudah hampir menyerah karena ingat hasil buruk tes teknikalku waktu itu. Ternyata eh ternyata, aku dinyatakan lolos seleksi GPTP Telkom batch IX dan diundang untuk menghadiri orientasi pegawai baru di Telkom University akhir April 2019 nanti! Syukurlah. Memang semua perjuangan (dan kebodohan) akan memberikan hasil membahagiakan pada akhirnya.
Entah ini memang aku yang Lucky Bastard atau memang jalan ninjaku adalah menjadi pegawai Telkom. Anyway, whatever it is I'm too blessed to be stressed so better be grateful instead.
Entah ini memang aku yang Lucky Bastard atau memang jalan ninjaku adalah menjadi pegawai Telkom. Anyway, whatever it is I'm too blessed to be stressed so better be grateful instead.
e-mail kelulusan GPTP Telkom IX |
Mba, GPTP 9 udah penempatan belum? Apa benar kalau lulusan luar negeri penempatan biasanya di jakarta dan bandung?
ReplyDeleteNumpang sharing jugaa utk pengalaman test kuu semoga bermanfaat :) https://youtu.be/3D5YXX84XE0
ReplyDeletewoaaa, wish me luck
ReplyDeleteCool story kak!! thanks for sharing :D
ReplyDeletegod bless