A Story About A Name
Lagi-lagi seharusnya aku belajar tapi aku malah menuliskan sebuah postingan blog yang kurang berfaedah. But well, I studied before so I think it's okay and I felt less guilty because I did something productive by writing my thoughts in this blog not just walking around or doing nothing. That's what productive means for me, writing.
Nah jadi A Story About A Name sebenarnya sudah pernah aku tuliskan di akun Instagramku. Tanpa ada tendensi apa-apa, tiba-tiba saja aku ingin menuliskannya di blog karena kadang masih ada yang sering bertanya kenapa dipanggilnya begitu bukan begini atau ada juga yang bertanya apa arti namamu?
Menurut Shakespeare, apalah arti sebuah nama. "A flower is still a flower even if you name it something else," kurang lebih seperti itu kata Bapak Sastrawan Inggris tersebut. Namaku pun demikian, nggak ada makna khusus kecuali nama belakangku. Saraswati. Saraswati maknanya Dewi Pendidikan atau Dewi Ilmu Pengetahuan atau Dewi Kebijaksanaan menurut mitologi India. Mungkin di situ orangtuaku menyematkan harapan agar aku tumbuh jadi anak yang cerdas dan berilmu, well I would say it's true. Dibandingkan dengan adik-adikku, aku beruntung bisa mengenyam pendidikan hingga tingkat Master dan memiliki pengetahuan lebih dari cukup. Hal ini membuktikan bahwa omongan Shakespeare tidak berlaku padaku, justru omongan Rasulullah yakni "Nama adalah doa" yang berlaku.
Nama depanku diambil dari bulan kelahiranku yang mana itu sudah jadi acuan umum di budaya Indonesia, Agista berasal dari Agustus. Tapi nama Agista ini cukup jarang ditemukan, kebanyakan anak-anak yang lahir di bulan Agustus dinamai Agustina atau Agusta. Karena aku hidup di kota kecil, rasanya populasi nama Agista juga tidak terlalu banyak. Selama aku bersekolah, hanya ada seorang yang nama depannya sama sepertiku yakni Agizta Inez. Uniknya, karena nama kami sama kami jadi sahabat dekat yah meskipun sekarang kami sudah jarang berkontak atau bertemu satu sama lain.
Rully diambil dari nama Ayahku dan sejujurnya aku tidak terlalu suka nama ini. Mungkin karena aku memiliki sedikit Daddy Issue dan aku tidak terlalu suka saja dengan istilah Rully, terlalu feminim, terlalu 'ditandai' sebagai anak Ayah, terlalu ganjil. Sayangnya karena ada Agizta Inez yang namanya sama denganku, saat SMP beberapa temanku memanggilku Rully. Aku tidak terlalu ambil pusing kala itu. Namun seiring berjalannya waktu, aku mulai menanggalkan nama Rully. Satu, karena kebanyakan isian form identitas hanya menggunakan nama depan dan nama belakang. Dua, karena Rully kedengaran ganjil saja kalau disertakan di nama lengkapku. Jadilah aku lebih sering menggunakan Agista Saraswati ketimbang Agista Rully Saraswati.
Level nama panggilan Agista dalam Meme |
Tentu saja sebagai orang Indonesia, seseorang selalu punya nama panggilan (nama kecil). Nama kecil yang diberikan orangtuaku adalah LALA. Dan aku sering sekali ditanya "Kenapa dipanggil Lala? Darimana?" Sebenarnya aku bosan mengulang-ulang sejarah nama Lala ini, agar tidak lagi kuulang maka akan kutuliskan di sini. Jadi, kalau ada yang tanya akan aku beri link postingan ini biar dia baca sendiri.
Personally, I love my little name, Lala. Ketika dipanggil dengan nama ini aku merasa sangat familiar dan dekat. Karena memang hanya orang-orang terdekatku yang memanggilku dengan nama itu. Teman-teman yang memanggilku Lala sudah dipastikan berasal dari SD yang sama denganku karena aku menggunakan nama itu di masa SD. Nama Lala berasal dari Saraswati sebenarnya. Ibuku berencana memanggilku Rara, sayangnya karena sepupuku cadel jadi keluarlah nama Lala alih-alih Rara. Sejak saat itu orangtuaku kerap memanggilku Lala, saat ini sih mereka memanggilku Lili.
Ada suatu masa aku benci dipanggil Lala karena tayangan televisi anak-anak berjudul Teletubbies. Dalam tayangan tersebut ada karakter badut berwarna kuning yang sangat genit. Semasa tayangan tersebut disiarkan di televisi pun, aku kerap kali dipanggil "Lala Po" karena karakter Lala selalu menyebut namanya sebelum karakter Po. Keseringan dipanggil Lala Po membuatku jengah hingga aku memutuskan untuk tidak lagi mengenalkan diriku dengan nama kecil Lala pada teman-teman, hal ini terjadi saat aku masuk SMP. Aku juga benci ketika dipanggil "La(k)" karena namaku itu L-A-L-A nggak ada huruf K di akhir kata #ribetamatjadiorang. Karena muak, saat itu aku mengubah namaku menjadi GEE.
Aku menggunakan nama panggilan GEE semasa sekolah menengah baik pertama maupun atas. Oleh sebab itu, barang siapa yang memanggilku GEE sudah dipastikan merupakan temanku semasa sekolah di SMP 5 atau SMKN 8 Malang. GEE berasal dari AG(EE)STA #iyainialaybanget. Sebetulnya juga karena aku dulu Otaku, gemar baca komik karya mangaka Watase Yuu. Saking ngefans dengan beliau, aku yang waktu itu juga bikin komik bikin nama komikus Watase Gee, biar mirip aja gitu. Nama GEE itulah yang membuatku berbeda dari Agizta Inez, dia dipanggil Inez sementara aku dipanggil GEE. Oh ya bacanya literally Ge seperti nama Ge Pamungkas bukan Ji (pronounciation Gee dalam bahasa Inggris). Dan Gee juga dibaca dengan (EE) yang silent, jadi seperti G. G merupakan inisial dari Gista. Yah begitulah. Nama panggilan aja ribet amat sejarahnya.
Saat SMK, aku mengenalkan diri dengan nama tersebut membuat teman-temanku mengernyitkan dahi. Mungkin batin mereka, "Nih anak uniknya ekstrem banget." Sampai-sampai pernah ada kakak kelasku yang bertanya, "Nama anak itu siapa?" dan dijawab oleh temanku, "Gee Mas," lalu dia merespon, "Emangnya dia Gay?" #yaudahterserahloaja
Seiring berkembangnya waktu, nama Ge tersebut semakin dimodifikasi oleh teman-teman terdekatku. Ada yang memanggilku Gege, ada juga yang memanggilku Djie karena Gee yang diucapkan dalam pronounciation bahasa Inggris. Bahkan guru-guruku pun ikutan memanggilku Gee atau Djie. Saking banyaknya nama panggilan tersebut akhirnya aku Go with the flow dan membebaskan siapapun memanggilku dengan apapun yang mereka mau. Hanya saja memang perbedaannya cukup signifikan. Teman SD dan orang-orang terdekat memanggilku Lala, teman SMP dan SMK memanggilku Gee.
Saat kuliah, aku berusaha untuk tidak jadi alay jadi aku menggunakan nama depanku sebagai nama panggilan yakni Agista. Kebetulan juga tidak ada seorangpun yang namanya Agista juga di Fakultas Ekonomi kampusku jadi aku merasa secured. Untuk mempersingkat, teman-temanku biasanya memanggilku "Gis". Jadi sudah bisa dipastikan kalau siapapun yang memanggilku "Gis" adalah orang-orang yang mengenalku di masa 'dewasa'ku. Uniknya bahkan sahabat-sahabat terdekatku di masa kuliah pun memanggilku Gis, padahal sebenarnya nama ini adalah nama untuk orang-orang yang bisa dibilang berada di circle terluarku. Contohnya: orang yang baru kenal, acquintances, teman sekantor. But it's okay tho, itu cuma nama panggilan yang penting kan hubungannya sudah masuk ke circle yang dalam #ngomongapasihlo
Sementara saat di Inggris, circle di sekitarku memanggilku sedikit lebih panjang yakni "Gista". Tahu tidak, aku ternyata juga suka dipanggil Gista. Terutama saat Mbak Ayodd yang memanggilku begitu. Karena suara Mbak Ayodd itu imut-imut squishy gimana gitu, jadi pas memanggilku "Gista" rasanya aku disayang-sayang sama manusia yang imut dan menggemaskan. Lucu sekali.
Nah aku mulai menggunakan kembali nama LALA ketika aku bekerja di KapanLagi.com. Pasalnya saat aku mengenalkan diri sebagai Agista dan minta dipanggil nama tersebut, seringkali terjadi kesalahpahaman. Sebab ada seorang teman kantor yang namanya Adis. Jadi panggilan "Dis" dan "Gis" itu mirip. Agar berbeda jauh maka aku mengenalkan nama kecilku, Lala. Sayangnya ada lagi kejadian serupa dengan Teletubbies yakni rilisnya film La La Land. Karena film tersebut, kadang teman kantor memanggilku dengan "La La Land" #iyainajadeh
Berhubung Agista sudah dewasa, dia tidak lagi muak dengan nama panggilan semacam itu hahahaha.
Selain nama-nama di atas, ada sejumlah kasus tertentu dari sejumlah orang. Ada orang-orang yang punya nama panggilan istimewa buatku, contohnya Mas Fajar yang masih setia memanggilku Mendhol. Konon Mendhol adalah makanan khas jawa yang terbuat dari tempe dengan bentuk menggembung seperti HP Nokia 6600. Maka dari itu Nokia 6600 kerap kali disebut sebagai HP Mendhol. Nama panggilan ini pun muncul karena bentuk badanku memang seperti Mendhol. Lalu ada Mas-Mas Generasi Menolak Tua yang memanggilku Gustav karena aku terlalu tomboy dan mesum. Dan orang rumah memanggilku Lili karena dulu ada seorang pegawai pria yang bekerja di kantor Ayahku memiliki nama panggilan sama yakni Lala.
Lalu akhir-akhir ini aku juga lebih sering menggunakan nama Agista Jung. Kalau kalian tanya darimana? Well Jung itu kuambil dari nama cowok Korea yang jadi biasku yakni Jung Jaehyun (nama aslinya Jung Yoon Oh). Biasa, sok-sokan jadi istri bias gitu. Dibandingkan dengan nama keluarga ultimate biasku Do Kyungsoo (Agista Do), Agista Jung terasa lebih cocok saja. Maka dari itu aku memutuskan untuk mengubah semua username akun sosial mediaku sebagai Agista Jung. Eh usut punya usut, aku juga jadi kecantol ke pria-pria bermarga Jung yang lain seperti Jung Hae In atau Jung Yunho.
Dan yah begitulah sejarah dan cerita soal namaku yang bermacam-macam ini. Kalian bisa memilih nama panggilan manapun yang kalian suka dan aku akan tetap menoleh saat kalian menyapaku dengan nama tersebut. Tapi personally, aku sangat suka dipanggil Lala. Seperti yang aku bilang, rasanya familiar karena aku tumbuh dengan nama panggilan tersebut. Sayangnya panggilan Lala itu terbatas bagi orang-orang yang kuanggap sangat dekat denganku. Jadi, kalau mau manggil Lala jadilah sahabatku dulu ya atau jadi suamiku? 😆😆😆😆
agizta inez nindiaziza bukan? kalau iya wow dunia ini sempit lol dia jadi teman sekantorku sekarang
ReplyDeleteHAH? IYA BETUL ITU MBAK ENDAH? WAGELASEH!
Delete