Review Film : Inside Out [2015]
Para orang tua
seringkali bertanya-tanya mengapa anak perempuan mereka mengalami perubahan
mood yang drastis ketika menginjak usia 11 hingga 12 tahun. Perubahan perilaku
pada anak seringkali kurang diperhatikan oleh kedua orang tua mereka sehingga
sang anak merasa tak lagi nyaman dan asing, walhasil pada masa ini anak-anak
cenderung lebih menutup diri dan mencari tahu sendiri apa yang tengah mereka
hadapi.
Premis sederhana “pencarian jati diri” diangkat dari pengalaman
pribadi sang sutradara Pete Docter. Dalam sebuah wawancara, Pete Docter
menyebutkan bahwa pambuatan animasi yang memakan waktu lima tahun tersebut
terinspirasi dari putrinya yang semakin pendiam ketika menginjak usia 11 tahun.
Dari situlah tercipta karakter Riley,
tokoh utama animasi karya studio kawakan Hollywood, Pixar.
Meski agak telat, bahkan telat banget, ane akhirnya menonton film musim panas garapan Pixar. Karena ini Pixar dan ada lomba menulis di kampus ane, jadilah ane bela-belain nonton Inside Out. Padahal ane adalah tipe orang yang sayang nonton kartun di bioskop. Karena durasi mereka kurang dari 2 jam which is agak buang-buang uang jadinya kan. Balik lagi karena ada kompetisi menulis ya ane nonton aja toh engga rugi kok. So, silahkan simak review ane berikut ya...
Riley (Kaitlyn Dyas) adalah seorang gadis berusia 11 tahun
yang berbakat bermain hoki dan memiliki pribadi yang menyenangkan. Pribadi yang
membentuk Riley tak lain adalah usaha dari lima emosi utama yang bersemayam
dalam pikirannya: Joy (Amy Poehler), Sadness (Phyllis Smith), Fear (Bill
Hader), Disgust (Mindy Kalling) dan Anger (Lewis Black). Selama 11 tahun, emosi
utama yang menjadi inti ingatan (core
memory) Riley adalah kebahagiaan yaitu Joy. Inti ingatan inilah yang
membentuk pribadi Riley yang periang, penuh canda, jujur dan mencintai
keluarga. Sayangnya perilaku Riley perlahan berubah ketika keluarganya pindah
dari Minnesota ke San Fransisco.
Personality Island |
Keberadaan Joy dalam pikiran Riley membantu Riley untuk
selalu berpikir positif mengenai kepindahan keluarganya yang mengecewakan.
Dimulai dari rumah yang jauh lebih sempit dan jelek, orang tua yang stress,
truk pindahan yang tak kunjung datang dan berbagai harapan yang pupus lainnya.
Akan tetapi pikiran positif Riley tak bertahan lama ketika timbul konflik
internal antara Joy dan Sadness.
Joy yang selalu ingin membuat Riley bahagia senantiasa
diganggu oleh tindakan Sadness yang tiba-tiba membuat Riley sedih. Konflik
antara dua emosi ini kian memanas hingga membuat keduanya terlempar dari
Headquarters, pusat kendali pikiran Riley. Kepergian Joy dan Sadness meninggalkan
Fear, Disgust dan Anger. Tanpa Joy, Anger memegang kendali pikiran Riley serta
semakin memperburuk keadaan, perlahan-lahan pribadi Riley yang hangat runtuh
satu per satu.
Riley |
Film berdurasi 102 menit ini mampu menghadirkan emosi Riley
dengan baik dan matang. Pada mulanya penonton akan menyukai sosok Riley yang
didominasi oleh Joy, pada akhirnya mereka akan merasa iba karena ketidakstabilan
emosi yang Riley alami. Konflik di kehidupan nyata Riley serta di dalam pikiran
Riley dikemas dengan baik dan total sehingga keduanya terasa menyatu dan
keterkaitan satu sama lain tidak dapat diabaikan. Meski film ini lebih banyak
menyuguhkan kesedihan pasca kepindahan Riley, guyonan dan jokes segar
disisipkan dengan lembut dan apik sehingga emosi penonton juga naik turun
sesuai dengan alur cerita. Background musik juga mendukung penuh emosi yang
tengah disampaikan sehingga penonton terhanyut dan turut sedih pada resolusi
cerita.
Segi visual yang ditampilkan tentu saja tak diragukan lagi,
Pixar selalu dapat menyuguhkan emosi sesungguhnya meski hanya berupa animasi.
Para karakter mampu menggambarkan emosi bahkan lebih dari akting aktris atau aktor
Hollywood lainnya.Sayangnya terdapat beberapa plot hole yang membuat cerita menjadi sedikit tidak masuk akal.
Meet your little voice in your head |
Pesan penting dari film animasi ini adalah keluarga
benar-benar dibutuhkan ketika seorang anak menginjak usia pubertas. Pada usia
tersebut seorang anak membutuhkan bimbingan dan perhatian lebih agar pribadi
mereka terarah menjadi lebih baik. Seperti kasus Riley, kedua orang tua Riley
cukup sibuk dan kurang menunjukkan hubungan yang harmonis satu sama lain. Namun
pada akhirnya tidak ada yang dapat menyatukan sebuah keluarga selain konflik
keluarga.
Satu lagi, segala macam emosi yang berada di dalam pikiran
perlu dikelola dengan baik. Tidak seharusnya satu emosi saja yang mendominasi
tindakan dan karakter seseorang. Seperti yang ditampilkan di bagian akhir film,
pada akhirnya kolaborasi Joy dan Sadness dapat menghasilkan inti ingatan baru
yang memperluas paradigma berpikir Riley. Hal ini berarti bahwa ketika timbul
kebahagian, kesedihan juga perlu ada sebagai penyebab kebahagiaan. Ketika
timbul kesedihan, maka kebahagiaan juga harus ada agar tak berlarut-larut dalam
kesedihan. Pixar selalu handal dalam menyajikan animasi berbobot dan penuh
emosi. Tidak heran hampir semua film Pixar selalu ditunggu setiap tahunnya.
Plot | ★ ★ ★ ★ ☆ |
Akting | ★ ★ ★ ★ ★ |
Musik | ★ ★ ★ ★ ☆ |
Grafis | ★ ★ ★ ★ ★ |
Overall | ★ ★ ★ ★ ☆ |
Comments
Post a Comment
Thank you for visiting my blog, kindly leave your comment below :)
In a moment, I can't reply your comments due to error in my account when replying. But I make sure that I read every single comment you leave here :)